(Dimuat dalam majalah Psikologi Plus No.7/Januari 2008)
Oleh : FX. Gus Setyono
Kalau ditanya sebagai orang tua, apa harapan Anda terhadap anak? Dengan mudah kita akan menjawab, saya ingin anak saya sukses. Namun bila pertanyaan dilanjutkan, apa yang Anda lakukan agar anak bisa sukses? Barangkali banyak diantara para orang tua yang kemudian kebingungan untuk menjawab.
Bisa dimaklumi, karena setiap hari aktivitas mereka dalam mengasuh dan mendidik anak berjalan sebagai rutinitas. Tidak terpikir apakah rutinitas tersebut akan membawa hasil (kesuksesan anak) sesuai harapan mereka kelak.
Seseorang dikatakan sukses bila apa yang menjadi tujuan hidupnya tercapai, jadi bersifat relatif. Seorang pengusaha di Semarang malah mengatakan bahwa sukses adalah bisa menjalani hidup dengan tenang, tidur nyenyak dan makan dengan menikmati apa yang dimakan tanpa harus berharga mahal (Suara Merdeka, 4 September 2007) Berarti setiap orang bisa mematok ukuran kesuksesan.
Kesuksesan menjadi tolok ukur keberhasilan dalam mendidik anak. Permasalahannya, ada orang tua yang merasa anaknya tidak sukses. Mereka merasa gagal dalam mendidik dan membesarkan anak.
Sebenarnya potensi kegagalan tersebut bisa diminimalkan bila orang tua mengetahui sejak dini apa yang mesti “ditanamkan” sebagai pondasi kesuksesan. Untuk mempermudah pembahasan, bekal yang menjadi pondasi kesuksesan tersebut dibagi dalam dua bagian, yakni karakter positif dan pendidikan.
Karakter Positif Dan Pendidikan Sebagai Pondasi Kesuksesan
Karakter positif berkaitan erat dengan kondisi mental. Karena itu ada yang menyebut karakter positif sebagai faktor mental.
Berdasar penelitian, kesuksesan ditentukan oleh hampir 90 % faktor mentalnya, sedangkan sisanya 10 % adalah faktor mekanis atau biasa disebut faktor teknis. Dalam bukunya berjudul Hypnoparenting (PT.Gramedia Pustaka Utama, 2006), Ariesandi Setyono merekomendasikan delapan faktor mental yang harus ditanamkan sebagai pondasi untuk meraih kesuksesan, yaitu :
(1).Kejujuran
Pada saat meniti karir atau menjalin bisnis dengan orang lain kejujuran menjadi syarat utama karena mempunyai dampak terhadap kepercayaan seseorang. Dalam menanamkan sikap ini orang tua mesti konsisten melalui pemberian contoh pada anak.
(2).Disiplin
Disiplin adalah suatu sikap yang konsisten mengikuti aturan yang berlaku dalam menjalani segala aktivitas kehidupan. Sikap ini mempermudah seseorang membuat perencanaan, yang sangat dibutuhkan di dunia profesi. Melatih kedisiplinan pada anak bisa dilakukan dengan mengaitkan pada kewajiban-kewajiban si anak, seperti menggosok gigi sebelum tidur, merapikan tempat tidur, membereskan mainan, makan pada waktu-waktu yang telah ditentukan, dsb.
(3).Pantang menyerah
Sikap ini memiliki peran penting pada pencapaian kesuksesan. Dalam diri anak harus ditanamkan bahwa mereka mampu menggapai setiap tujuan. Kegagalan-kegagalan yang dialami hanyalah tambahan waktu atas suatu keberhasilan. Penanaman mental yang demikian bisa dimulai dengan membiarkan atau meminta anak untuk melakukan sendiri semua aktivitasnya. Berilah pujian atas semua keberhasilan yang telah dicapai, dan dorongan untuk terus berusaha atas kegagalan yang dialami, agar tumbuh rasa percaya diri pada anak.
(4).Suka belajar
Sifat suka belajar memungkinkan setiap orang berkembang pengetahuan dan ketrampilannya. Sifat tersebut dapat ditumbuhkan bila anak merasakan kegembiraan dalam belajar, dan bukan merasa berat atau tertekan. Karena itu dalam setiap aktivitas belajar anak, suasana yang kondusif tersebut harus selalu diciptakan.
(5).Dapat mengkomunikasikan dan mewujudkan ide
Ide-ide yang segar dan kreatif merupakan salah satu modal kesuksesan seseorang. Namun banyak ditemui orang yang mempunyai ide tetapi dia sulit mengkomunikasikan kepada orang lain, apalagi mewujudkannya. Kemampuan ini dapat ditanamkan kepada anak dengan melatih dia berkomunikasi. Biarkan anak-anak memaparkan pendapatnya sesuai tahap-tahap perkembangan mereka. Jika ada kesalahan dalam memberikan pendapat, jelaskan secara bijaksana dengan bahasa yang mereka mengerti. Bila anak melakukan suatu aktivitas yang “aneh-aneh” jangan dilarang, cukup diawasi supaya tidak membahayakan. Karena aktivitas ini merupakan benih-benih kreativitas dan ide.
(6).Sikap rendah hati
Dengan sikap rendah hati seseorang tidak akan merasa canggung untuk belajar, bertanya dan mencontoh semua sikap yang baik dari orang lain. Rendah hati juga memungkinkan orang menjadi bijaksana dan tidak takabur. Karena itu, sikap ini akan menjadi daya tarik yang cukup kuat bagi orang lain untuk berkomunikasi, dan akhirnya menjalin interaksi bisnis atau karir. Dalam melatihnya, selain contoh oleh orang tua juga dengan langsung menegur secara bijaksana jika si anak mengeluarkan sikap atau kata-kata yang menunjukkan kesombongan.
(7).Menghargai diri sendiri dan orang lain
Dengan kemampuan menghargai diri sendiri dan orang lain maka orang akan memiliki standard dalam dirinya akan kualitas dan profesionalitas. Dia tidak akan menerima begitu saja suatu kondisi yang tidak sesuai dengan kebenaran dan keadilan. Hak dan kewajiban merupakan komitmen yang selalu dijaga. Untuk membangun sikap tersebut, pada diri anak diajarkan untuk aktif dalam kegiatan-kegiatan sosial. Juga harus dihindari kata-kata yang bisa menjatuhkan harga diri, mencela atau menyalahkan yang bisa menyebabkan demotivasi anak. Arahkan secara benar pada saat anak membuat kesalahan atau berbuat yang tidak sesuai dengan yang orang tua inginkan.
(8).Menjaga sopan santun.
Sopan santun erat hubungannya dengan sikap rendah hati serta menghargai orang lain. Sikap ini menjadi daya tarik bagi kesuksesan karir seseorang. Dengan memiliki sopan santun berarti menghindarkan rasa benci atau tidak suka orang lain, yang bisa menghambat segala peluang atau kesempatan untuk sukses. Penanaman sikap ini paling efektif jika orang tua memberikan teladan dengan sikap yang sama.
Dua Jalur Pendidikan
Pondasi berikutnya yang tidak kalah penting ialah pendidikan. Memang banyak orang yang dikatakan sukses walaupun tidak berpendidikan tinggi. Pendidikan yang dimaksud tidak hanya agar seseorang memperoleh dasar teknis-akademis untuk meraih kesuksesan, tetapi juga agar proses pencapaian kesuksesan dilakukan dengan cara-cara yang tidak melanggar norma hukum, masyarakat dan agama.
Proses pemberian pendidikan terbagi dalam dua jalur, yakni jalur formal dan jalur keluarga. Pada jalur pendidikan formal seseorang dibekali dengan kemampuan teknis-akademis, yang dikuatkan dengan suatu gelar akademik yang akan menjadi referensi suatu kompetensi.
Pendidikan formal di sekolah tidak akan berhasil tanpa peran keluarga. Mochtar Buchori dalam artikelnya berjudul Pendidikan Gagal Tanpa Partisipasi Orang Tua, menyatakan bahwa pendidikan yang dilaksanakan bersama antara orang tua dan sekolah akan lebih sempurna, daripada yang hanya dilakukan orang tua saja atau sekolah saja (Basis No.07-08)
Tiga Pilar Pendidikan Keluarga
Pendidikan dalam jalur keluarga sangat mempengaruhi keberhasilan pembentukan karakter positif. Katharian Salfrank membagi tiga pilar pendidikan agar bisa efektif. Ketiganya condong pada proses pendidikan dalam keluarga, yakni : cinta, pelaksanaan hidup keseharian dan aturan-aturan (Sindhunata, 2006).
Dengan pilar cinta, maka segala jenis pendidikan yang ditanamkan keluarga tidak akan menjerumuskan anak pada arah yang keliru. Dengan dasar cinta, orang tua tidak akan marah hanya demi melampiaskan kekesalan, tetapi agar si anak tahu mana yang benar mana yang salah, yang baik dan yang buruk. Saat menasihati, orang tua juga tidak hanya memaksakan kehendak, namun menunjukkan jalan yang seharusnya dilalui anak sesuai kebenaran dan keadilan.
Pilar kedua, pelaksanaan hidup keseharian merupakan penerapan semua karakter positif dan pendidikan keluarga dalam proses kehidupan sehari-hari. Penanaman segala jenis karakter atau faktor-faktor psikologis tidak akan efektif tanpa implementasi dan contoh dari orang tua, karena budaya paternalistik (selalu meniru orang yang dituakan atau dihormati) masih melekat erat dalam kehidupan masyarakat kita. Jadi, pendidikan mental, termasuk didalamnya pendidikan nilai yang meliputi nilai estetika, etika serta synnoetika (nilai tentang kepekaan sosial), tidak mungkin bisa berhasil tanpa tuntunan dan teladan dari orang tua sampai anak benar-benar melaksanakan nilai-nilai tersebut (Mochtar Buchori, 2006)
Kepekaan sosial perlu diberikan secara intensif karena berpengaruh pada kemampuan dalam berinteraksi sosial, yang merupakan bekal untuk memperoleh wawasan, pengalaman dan ketrampilan. Kemampuan tersebut dapat menciptakan relasi dalam karir, kesempatan bisnis atau peluang lainnya. Hubungan dan kesempatan semacam ini harus diciptakan melalui interaksi dengan orang lain. Kemampuan berinteraksi sosial juga membuat seseorang mampu menerjemahkan nilai-nilai kemanusiaan ke dalam proses pencapaian kesuksesan. Karena itu, penting disadari oleh para pendidik, bahwa setiap bentuk pendidikan yang diberikan harus tetap menanamkan penghargaan terhadap nilai-nilai kemanusiaan.
H.Baharudin dan Moh. Makin dalam bukunya berjudul Pendidikan Humanistik (Ar-Ruzz Media, 2007) menekankan pentingnya unsur pendidikan yang memandang manusia sebagai mahluk ciptaan Tuhan dengan fitrah-fitrah tertentu untuk dikembangkan secara maksimal dan optimal. Paradigma yang demikian menghindarkan budaya instan proses pencapaian tujuan yang dapat mematikan kepentingan-kepentingan kemanusiaan.
Aturan-aturan, yang merupakan pilar ketiga, diperlukan agar manusia mempunyai “pagar” dan pedoman kebenaran serta keadilan dalam meraih kesuksesan. Aturan tersebut meliputi aturan hukum, agama dan masyarakat. Dengan bekal pengetahuan mengenai aturan, anak akan tahu batas-batas yang dibenarkan dalam meraih prestasi. Di dalam diri anak tidak akan ada keinginan untuk meraih keberhasilan dengan cara-cara tidak terpuji, kriminal atau melanggar hukum, yang akan mempermalukan diri serta keluarganya
Oleh : FX. Gus Setyono
Kalau ditanya sebagai orang tua, apa harapan Anda terhadap anak? Dengan mudah kita akan menjawab, saya ingin anak saya sukses. Namun bila pertanyaan dilanjutkan, apa yang Anda lakukan agar anak bisa sukses? Barangkali banyak diantara para orang tua yang kemudian kebingungan untuk menjawab.
Bisa dimaklumi, karena setiap hari aktivitas mereka dalam mengasuh dan mendidik anak berjalan sebagai rutinitas. Tidak terpikir apakah rutinitas tersebut akan membawa hasil (kesuksesan anak) sesuai harapan mereka kelak.
Seseorang dikatakan sukses bila apa yang menjadi tujuan hidupnya tercapai, jadi bersifat relatif. Seorang pengusaha di Semarang malah mengatakan bahwa sukses adalah bisa menjalani hidup dengan tenang, tidur nyenyak dan makan dengan menikmati apa yang dimakan tanpa harus berharga mahal (Suara Merdeka, 4 September 2007) Berarti setiap orang bisa mematok ukuran kesuksesan.
Kesuksesan menjadi tolok ukur keberhasilan dalam mendidik anak. Permasalahannya, ada orang tua yang merasa anaknya tidak sukses. Mereka merasa gagal dalam mendidik dan membesarkan anak.
Sebenarnya potensi kegagalan tersebut bisa diminimalkan bila orang tua mengetahui sejak dini apa yang mesti “ditanamkan” sebagai pondasi kesuksesan. Untuk mempermudah pembahasan, bekal yang menjadi pondasi kesuksesan tersebut dibagi dalam dua bagian, yakni karakter positif dan pendidikan.
Karakter Positif Dan Pendidikan Sebagai Pondasi Kesuksesan
Karakter positif berkaitan erat dengan kondisi mental. Karena itu ada yang menyebut karakter positif sebagai faktor mental.
Berdasar penelitian, kesuksesan ditentukan oleh hampir 90 % faktor mentalnya, sedangkan sisanya 10 % adalah faktor mekanis atau biasa disebut faktor teknis. Dalam bukunya berjudul Hypnoparenting (PT.Gramedia Pustaka Utama, 2006), Ariesandi Setyono merekomendasikan delapan faktor mental yang harus ditanamkan sebagai pondasi untuk meraih kesuksesan, yaitu :
(1).Kejujuran
Pada saat meniti karir atau menjalin bisnis dengan orang lain kejujuran menjadi syarat utama karena mempunyai dampak terhadap kepercayaan seseorang. Dalam menanamkan sikap ini orang tua mesti konsisten melalui pemberian contoh pada anak.
(2).Disiplin
Disiplin adalah suatu sikap yang konsisten mengikuti aturan yang berlaku dalam menjalani segala aktivitas kehidupan. Sikap ini mempermudah seseorang membuat perencanaan, yang sangat dibutuhkan di dunia profesi. Melatih kedisiplinan pada anak bisa dilakukan dengan mengaitkan pada kewajiban-kewajiban si anak, seperti menggosok gigi sebelum tidur, merapikan tempat tidur, membereskan mainan, makan pada waktu-waktu yang telah ditentukan, dsb.
(3).Pantang menyerah
Sikap ini memiliki peran penting pada pencapaian kesuksesan. Dalam diri anak harus ditanamkan bahwa mereka mampu menggapai setiap tujuan. Kegagalan-kegagalan yang dialami hanyalah tambahan waktu atas suatu keberhasilan. Penanaman mental yang demikian bisa dimulai dengan membiarkan atau meminta anak untuk melakukan sendiri semua aktivitasnya. Berilah pujian atas semua keberhasilan yang telah dicapai, dan dorongan untuk terus berusaha atas kegagalan yang dialami, agar tumbuh rasa percaya diri pada anak.
(4).Suka belajar
Sifat suka belajar memungkinkan setiap orang berkembang pengetahuan dan ketrampilannya. Sifat tersebut dapat ditumbuhkan bila anak merasakan kegembiraan dalam belajar, dan bukan merasa berat atau tertekan. Karena itu dalam setiap aktivitas belajar anak, suasana yang kondusif tersebut harus selalu diciptakan.
(5).Dapat mengkomunikasikan dan mewujudkan ide
Ide-ide yang segar dan kreatif merupakan salah satu modal kesuksesan seseorang. Namun banyak ditemui orang yang mempunyai ide tetapi dia sulit mengkomunikasikan kepada orang lain, apalagi mewujudkannya. Kemampuan ini dapat ditanamkan kepada anak dengan melatih dia berkomunikasi. Biarkan anak-anak memaparkan pendapatnya sesuai tahap-tahap perkembangan mereka. Jika ada kesalahan dalam memberikan pendapat, jelaskan secara bijaksana dengan bahasa yang mereka mengerti. Bila anak melakukan suatu aktivitas yang “aneh-aneh” jangan dilarang, cukup diawasi supaya tidak membahayakan. Karena aktivitas ini merupakan benih-benih kreativitas dan ide.
(6).Sikap rendah hati
Dengan sikap rendah hati seseorang tidak akan merasa canggung untuk belajar, bertanya dan mencontoh semua sikap yang baik dari orang lain. Rendah hati juga memungkinkan orang menjadi bijaksana dan tidak takabur. Karena itu, sikap ini akan menjadi daya tarik yang cukup kuat bagi orang lain untuk berkomunikasi, dan akhirnya menjalin interaksi bisnis atau karir. Dalam melatihnya, selain contoh oleh orang tua juga dengan langsung menegur secara bijaksana jika si anak mengeluarkan sikap atau kata-kata yang menunjukkan kesombongan.
(7).Menghargai diri sendiri dan orang lain
Dengan kemampuan menghargai diri sendiri dan orang lain maka orang akan memiliki standard dalam dirinya akan kualitas dan profesionalitas. Dia tidak akan menerima begitu saja suatu kondisi yang tidak sesuai dengan kebenaran dan keadilan. Hak dan kewajiban merupakan komitmen yang selalu dijaga. Untuk membangun sikap tersebut, pada diri anak diajarkan untuk aktif dalam kegiatan-kegiatan sosial. Juga harus dihindari kata-kata yang bisa menjatuhkan harga diri, mencela atau menyalahkan yang bisa menyebabkan demotivasi anak. Arahkan secara benar pada saat anak membuat kesalahan atau berbuat yang tidak sesuai dengan yang orang tua inginkan.
(8).Menjaga sopan santun.
Sopan santun erat hubungannya dengan sikap rendah hati serta menghargai orang lain. Sikap ini menjadi daya tarik bagi kesuksesan karir seseorang. Dengan memiliki sopan santun berarti menghindarkan rasa benci atau tidak suka orang lain, yang bisa menghambat segala peluang atau kesempatan untuk sukses. Penanaman sikap ini paling efektif jika orang tua memberikan teladan dengan sikap yang sama.
Dua Jalur Pendidikan
Pondasi berikutnya yang tidak kalah penting ialah pendidikan. Memang banyak orang yang dikatakan sukses walaupun tidak berpendidikan tinggi. Pendidikan yang dimaksud tidak hanya agar seseorang memperoleh dasar teknis-akademis untuk meraih kesuksesan, tetapi juga agar proses pencapaian kesuksesan dilakukan dengan cara-cara yang tidak melanggar norma hukum, masyarakat dan agama.
Proses pemberian pendidikan terbagi dalam dua jalur, yakni jalur formal dan jalur keluarga. Pada jalur pendidikan formal seseorang dibekali dengan kemampuan teknis-akademis, yang dikuatkan dengan suatu gelar akademik yang akan menjadi referensi suatu kompetensi.
Pendidikan formal di sekolah tidak akan berhasil tanpa peran keluarga. Mochtar Buchori dalam artikelnya berjudul Pendidikan Gagal Tanpa Partisipasi Orang Tua, menyatakan bahwa pendidikan yang dilaksanakan bersama antara orang tua dan sekolah akan lebih sempurna, daripada yang hanya dilakukan orang tua saja atau sekolah saja (Basis No.07-08)
Tiga Pilar Pendidikan Keluarga
Pendidikan dalam jalur keluarga sangat mempengaruhi keberhasilan pembentukan karakter positif. Katharian Salfrank membagi tiga pilar pendidikan agar bisa efektif. Ketiganya condong pada proses pendidikan dalam keluarga, yakni : cinta, pelaksanaan hidup keseharian dan aturan-aturan (Sindhunata, 2006).
Dengan pilar cinta, maka segala jenis pendidikan yang ditanamkan keluarga tidak akan menjerumuskan anak pada arah yang keliru. Dengan dasar cinta, orang tua tidak akan marah hanya demi melampiaskan kekesalan, tetapi agar si anak tahu mana yang benar mana yang salah, yang baik dan yang buruk. Saat menasihati, orang tua juga tidak hanya memaksakan kehendak, namun menunjukkan jalan yang seharusnya dilalui anak sesuai kebenaran dan keadilan.
Pilar kedua, pelaksanaan hidup keseharian merupakan penerapan semua karakter positif dan pendidikan keluarga dalam proses kehidupan sehari-hari. Penanaman segala jenis karakter atau faktor-faktor psikologis tidak akan efektif tanpa implementasi dan contoh dari orang tua, karena budaya paternalistik (selalu meniru orang yang dituakan atau dihormati) masih melekat erat dalam kehidupan masyarakat kita. Jadi, pendidikan mental, termasuk didalamnya pendidikan nilai yang meliputi nilai estetika, etika serta synnoetika (nilai tentang kepekaan sosial), tidak mungkin bisa berhasil tanpa tuntunan dan teladan dari orang tua sampai anak benar-benar melaksanakan nilai-nilai tersebut (Mochtar Buchori, 2006)
Kepekaan sosial perlu diberikan secara intensif karena berpengaruh pada kemampuan dalam berinteraksi sosial, yang merupakan bekal untuk memperoleh wawasan, pengalaman dan ketrampilan. Kemampuan tersebut dapat menciptakan relasi dalam karir, kesempatan bisnis atau peluang lainnya. Hubungan dan kesempatan semacam ini harus diciptakan melalui interaksi dengan orang lain. Kemampuan berinteraksi sosial juga membuat seseorang mampu menerjemahkan nilai-nilai kemanusiaan ke dalam proses pencapaian kesuksesan. Karena itu, penting disadari oleh para pendidik, bahwa setiap bentuk pendidikan yang diberikan harus tetap menanamkan penghargaan terhadap nilai-nilai kemanusiaan.
H.Baharudin dan Moh. Makin dalam bukunya berjudul Pendidikan Humanistik (Ar-Ruzz Media, 2007) menekankan pentingnya unsur pendidikan yang memandang manusia sebagai mahluk ciptaan Tuhan dengan fitrah-fitrah tertentu untuk dikembangkan secara maksimal dan optimal. Paradigma yang demikian menghindarkan budaya instan proses pencapaian tujuan yang dapat mematikan kepentingan-kepentingan kemanusiaan.
Aturan-aturan, yang merupakan pilar ketiga, diperlukan agar manusia mempunyai “pagar” dan pedoman kebenaran serta keadilan dalam meraih kesuksesan. Aturan tersebut meliputi aturan hukum, agama dan masyarakat. Dengan bekal pengetahuan mengenai aturan, anak akan tahu batas-batas yang dibenarkan dalam meraih prestasi. Di dalam diri anak tidak akan ada keinginan untuk meraih keberhasilan dengan cara-cara tidak terpuji, kriminal atau melanggar hukum, yang akan mempermalukan diri serta keluarganya
BalasHapusThanks gan udah share , blog ini sangat bermanfaat .............................
bisnistiket.co.id
maksihhhh kang ivan smg bermanfaat selalu
BalasHapus