Juli 10, 2010

pelatihan anak hebat Di Suara Merdeka


Pengajaran Anak Jangan Merampas Hak Bermain

Purworejo, CyberNews. Metode pengajaran anak-anak secara konvensional sering menempatkan anak sebagai obyek dari ilmu pengetahuan. Anak-anak dijejali pengetahuan dengan cara-cara yang membuat anak lebih trauma. Ironisnya metode seperti juga terjadi di sekolah-sekolah formal, sehingga mengakibatkan anak-anak trauma untuk belajar.

Hal itulah yang dikatakan Direktur Lembaga Pendidikan Anak Hebat Indonesia (Ahe) El Hamsa Purworejo Deden El Hamsa dalam kegiatan training pengajar anak hebat yang berlangsung di Hotel Ganesha, Minggu (4/7).

"Dalam memberikan pelajaran kepada anak, jangan sampai merampas hak anak untuk bermain. Tapi bagaimana pembelajaran yang kita berikan itu dipahami anak sebagai kegiatan bermain yang menyenangkan. Dengan metode seperti itu, anak akan
senang belajar," paparnya.

Disebutkan, sebagian besar orang tua bahkan guru di sekolah mengajarkan anak dengan metode pengajaran yang cenderung memaksa. Misalnya dalam pembelajaran membaca, anak-anak seperti dipaksa menghafalkan satu demi satu huruf abjad.

Ironisnya, pembelajaran itu dilakukan dengan cara yang sangat formal dan kadang disertai dengan ancaman-ancaman yang membuat anak stres.

Menurut Deden, metode seperti itu harus diubah. Anak harus diposisikan sebagai subyek belajar serta membuat suasana belajar menjadi menyenangkan sesuai dengan jiwa anak-anak yang masih cenderung melakukan eksplorasi.

Beberapa cara yang bisa dilakukan antara lain melakukan senam otak kanan dan otak kiri yang gerakan-gerakannya seperti bermain. Juga cara belajar membaca menggunakan alat-alat peraga yang membuat anak merasa seperti bermain.

Dengan cara-cara seperti itu anak akan dimanusiakan dan meskipun seperti bermain, anak-anak akan bisa menyerap pengetahuan yang diajarkan.

Foto-foto Anak Hebat el-hamsa






KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR DI ANAK HEBAT EL-HAMSA

Pelatihan Les Baca Anak Hebat



Subhanallah....Acara pelatihan sungguh sesuai rencana, dan hasilnya sungguh luar biasa....acara yang dimulai dari jam 8 ini, berjalan dengan lancar.
Dimulai dengan Tampilnya sang "EO" Kang deden sekaligus Manajer Anak Hebat El-Hamsa yang beralamatkan di Jl. Letjen Suprapto Gg. Apel ini meyampaikan bahwa sebelum kita mencetak anak-anak kita hebat, tentunya kita sebagai pelatih, guru, orang tua harus hebat dulu....seperti Bu mUslimah yang enantiasa mengajarkan kepada murid-muridnya dengan ikhlas dan amanah....
kemudian acara dilanjutkan trainer kedu sekaligus Direktur utama Anak Hebat Indonesia, Bapak Rohmad Suphianto dari solo acara semakin hangat dan antuias. Para pesert pun semakin semangat da ingin mempelajari cara bagaimana menjadi guru hebat dan mampu mengajar les baca di anak hebat nanti. Acara ini pula di hadiri dari wartawan suara merdeka yang langsung besoknya diterbitkan di koran suara merdeka tanggal 06 Juli di suara KEDU. Peserta diikuti oleh 36 peserta Untuk lebih efektif maka peserta dibatasi samapai 40 karena dalam pelatihan ini kita dituntut praktik sampai bisa...tujuan dari ini adalah mencetak guru untuk membuka les baca anak hebat Indonesia dirumah-masing-masing. Kehebatan usaha les baca ini, kita tanpa keluar rumah, tanpa beban tanpa modal yang banyak, dan ni sudah diraskan oleh Agen Anak hebat El-hamsa yang pemiliknya kang Deden, dngan membuka les baca anak hebat ini penghasilan semakin bertambah, minimal 1.000.000 per buln, sungguh luar biasa kan... ayo bagi yang pingin buka les baca anak hebat, silahkan lkuti pelatihannya dikta2 terdekat dengan anda.....hubungi kami di nomor : 085 228183399....

Juni 21, 2010

mengajar anak membaca, menuis dan mengeja


Mengajar anak membaca, menulis, dan mengeja
Sept 2008

Written by Dita

dari sudut ilmu perkembangan anak (Bagian 4 - habis)
dr. Susan R. Johnson, FAAP


Pelajaran formal membaca sebaiknya diberikan setelah otak kanan dan otak kiri sama-sama telah berkembang dan saling terhubung. Indikasinya adalah kemahiran anak melakukan gerakan-gerakan silang (tangan kiri dengan kaki kanan atau sebaliknya). Banyak anak yang sekarang duduk di akhir tingkat sekolah dasar masih kesulitan membaca, atau membaca dengan tingkat pemahaman yang rendah, karena mereka telah dibiasakan membaca dengan mengandalkan otak kanan saja.


A
nak-anak tingkat akhir sekolah dasar yang masih kesulitan membaca perlu diberikan terapi sesuai kasusnya. Ada banyak opsi terapi yang bisa dipilih. Oh ya, mereka juga perlu sering dilatih melakukan gerakan silang untuk menguatkan integrasi otak kiri dan otak kanan, misalnya lewat permainan tenis, berenang dengan berbagai gaya, atau mendaki gunung. Sebagai catatan, semua terapi ini jangan dijalankan dalam suasana persaingan, sebab stres mengganggu pembentukan jalur syaraf. Setelah itu, mereka harus dilatih ulang membaca fonik dengan otak kiri.

Sekolah dan orangtua berperan besar dalam mendukung proses belajar anak lewat penyediaan makanan yang bergizi, buah dan sayuran segar, dengan menghindari minyak yang setengah terhidrogenisasi dan lemak trans. Tidur yang cukup – yang berarti bertambahnya persentase rapid eye movement (REM) – akan membantu anak mencerna pelajaran yang ia terima di hari sebelumnya. Yang tak kalah pentingnya adalah cinta kasih tanpa syarat. Anak yang merasakan cinta kasih ini akan bertumbuh kembang lebih optimal, termasuk kemampuan akademisnya.

Pembatasan ketat terhadap kegiatan menonton (televisi, video, games komputer), bahkan meniadakannya sama sekali di hari-hari sekolah, akan membebaskan pikiran anak untuk berpikir. Jika tidak, tontonan elektronik itu akan membombardir otak anak dengan rentetan gambar yang menginterupsi proses berpikir. Irama yang teratur dan rutin dalam pola makan dan tidur serta kegiatan sehari-hari akan mendukung sistem syaraf yang rileks dan anak pun lebih siap belajar.

Sekali lagi, anak tidak dapat belajar dengan baik, jaringan syaraf pun tak berkembang sempurna, jika anak stres. Memaksa mereka menulis, membaca, dan mengeja, atau memberi mereka tes-tes “standar” terlalu dini (tidak sesuai dengan tahap perkembangannya) akan menciptakan perilaku bermasalah dan problem-problem belajar, terutama pada anak laki-laki. Mereka bisa benci sekolah, juga benci belajar.


Tahun pertama sekolah dasar adalah waktu untuk memperkenalkan berbagai gambar bentuk. Anak-anak belajar dan membuat huruf-huruf yang dijadikan gambar. Mereka berlatih tulis bersambung (kursif), setiap huruf ditulis berulang kali (misalnya, bentuk kursif “c” disambung seperti ombak lautan).

Satu atau dua tahun kemudian, saat anak sudah mahir berdiri di satu kaki dengan mata tertutup, menebak huruf atau angka yang ditulis di punggungnya, lompat tali maju mundur, dan melakukan gerakan silang – artinya, otak kanan dan otak kiri telah sama-sama berkembang dan saling terhubung – pelajaran formal untuk membaca, mengeja, dan menulis sudah bisa dimulai.

Sudah waktunya untuk menyingkirkan meja-meja dari kelompok bermain dan taman kanak-kanak. KB/TK perlu mengisi kurikulumnya dengan permainan yang melatih integrasi syaraf, keterampilan motorik halus, kemampuan motorik visual, keseimbangan, kekuatan otot, proprioseptif, selain perkembangan sosial dan emosional anak. Kegiatan seperti drama, memanjat, berlari, melompat, engklek (loncat dengan satu kaki), lompat tali, jalan keseimbangan, menyanyi, kejar-tangkap, melukis, mewarnai, bermain tepuk tangan irama, merangkai manik-manik, merajut, serta keterampilan hidup sehari-hari akan menyiapkan pikiran mereka untuk belajar. Anak-anak butuh semua gerakan yang sehat, harmonis, ritmis, dan tak kompetitif ini untuk mengembangkan otak mereka. Sebab gerakan tubuh itulah, bersama-sama dengan kecintaan mereka pada proses belajar, yang menciptakan jalur-jalur syaraf di otak mereka, agar mereka bisa membaca, menulis, mengeja, berhitung matematis, dan berpikir kreatif. (habis)

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...