Di antara fenomena yang amat disayangkan pada periode ini, timbulnya kefanatikan seorang fakih terhadap madzhab ikutannya dan mencerca madzhab-madzhab lainnya. Fanatisme demikian ini tidak pernah ada pada periode sebelumnya. Justru pada periode pertama dan kedua diwarnai dengan sikap toleran dalam berpendapat, semuanya hendak mencari kebenaran walaupun kebenaran itu ada dipihak lain.
Rasul SAW tidak pernah fanatik dengan pendapatnya, beliau berani meninggalkan pendapatnya bila merasa bahwa kebenaran berada pada orang lain, seperti yang terjadi pada perang Badar. Beliau mengikuti pendapat Hubab bin Al Mundzir ketika memilih tempat strategis dalam peperangan. Beliau tidak merasa gengsi ataupun terpaksa.
Di sana terdapat fenomena yang mengungkapkan kefanatikan madzhab ini antara lain:
a. Munculnya sikap ekstrim dalam mengungkapkan dukungan terhadap madzhabnya.
b. Mereka berfatwa bahwa tidak boleh lagi seorang bermakmum pada imam yang berada madzhab atas dasar kaidah terbail (dalam sholat jama’ah yang dianggap syah adalah madzhab makmum, bukan madzhab Imam). Kaidah ini terbalik justru yang benar adalah sebagai berikut: “Madzhab yang dianggap syah dalam sholat jama’ah adalah pengikut madzhab imam”. Penggunaan kaidah yang terbalik di atas menimbulkan rasa ragu-ragu dalam hati seorang makmum bila imamnya berbeda madzhab.
c. Di antara fenomena fanatisme yang cukup berbahaya, adanya sebagian fuqaha menuduh orang-orang lain madzhab, bahwa Imam ikutan mereka itu menentang nash shohih Al-Qur’an dan As-Sunnah dalam beberapa masalah, padahal nash-nash shaih itu bukan bidang ijtihad, sehingga hasil ijtihad tersebut bathil.
d. Fuqaha-fuqaha yang fanatis berusaha dengan berbagai cara untuk menarik orang mengikuti madzhabnya, dan sering menggunakan cara-cara aneh agar mencapai tujuan tersebut. Contoh diriwayatkan bahwa Al-Qaffal as Syasyi as Syafi’i ingin mengajak sultang Mahmud bin Subkatikin³¹ agar meninggalkan madzhab Hanafi dan menganut madzhab Syafi’i. Al Qaffal berwudlu sembarangan di hadapan sultan dan sholat dengan tidak sempurna (acak acakan), lalu berkata “Ini madzhab Hanafi”. Setelah itu Al Qaafl bewudlu dengan hati-hati dan sempurna pula, lalu berkata: “Inilah sholatnya Imam Syafi’i, menyaksikan peragaan Al Qaffal ini sultan terpengaruh dan berganti madzhab, menganut madzhab syafi’i.³⁰
e. Ada sesuatu fenomena yang meyakinkan, yaitu bila timbul suatu kejadian pada seseorang dan membutuhkan fatwa, ia mencari ulama yang bermadzhab saja, tidak mau ke ulama lain madzhab. Bila tidak dijumpainya, ia terhenti di situ saja dan tidak mau minta fatwa dari ulama madzhab lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar